“Truth or Dare?” Adista tersenyum puas begitu ujung botol menunjuk ke arah Dara, sahabat sekaligus calon kakak ipamya. Ah, Adista kurang menyukai gagasan itu.
“Hm.. harus ya?” Tanya Dara penuh keraguan. Empat anggukkan dari empat kepala yang berada di hadapannya ia terima.
“Iya lah, harus! Ayo, Truth or Dare?”
“Iya! Tinggal pilih aja ....”
Ya, tapi bukan itu masalahnya.
Masalahnya, dalam permainan ini seseorang benarbenar dituntut untuk memiliki pilihan yang bagus. Apalagi ada Adista di sini, gadis itu tak pemah berhenti bertindak macam-macam pada siapapun.
“Ya udah, Truth!” Putusnya pada akhinya. Mengundang seringai nakal dari Adista yang sejak tadi menantikan jawabannya.
Nah, kan!
“Ekhm!” Dista berdehem pelan, “Jadi Dara lo siap ya sama pertanyaan gue?” Kekehnya. Dara mengerucutkan bibirnya, “Mau nggak mau.” Gerutunya.
“Oke! Sampai disini. Gue akan mulai bertanya sama
”
lo.