SUDAH lebih satu jam dari waktu yang telah dijanjikan.
Seseorang yang kutunggu tidak jua menampakkan dirinya.
"Bagaimana, Bapak? Saya tidak bisa menunggu lagi. Karena saya ada janji juga dengan pengantin yang lain," ujar penghulu melihat kami dengan tatapan prihatin.
"Maafkan kami, Pak. Silahkan kalau Bapak ada keperluan yang lain. Kami juga akan pulang," jawabku pelan.
Lagi, penghulu itu menatapku. "Kamu harus sabar, Khansa. Saya pergi dulu," ucapnya lalu meninggalkan ruangan.
Aku mengangguk Iemah menatap kepergian beliau. Kutatap wajah ayah yang tertunduk lesu. Tidak ada
pergerakan apapun, hanya suara nafasnya yang kudengan
Selain kami bertiga, tadinya ada 3 orang tetangga yang ikut menjadi saksi pernikahanku yang seharusnya berlangsung satu jam yang lalu. Karena tidak ada kabar dari mempelai pria, mereka pamit karena ada pekerjaan.
Kulirik jam dinding, hampir 5 jam telah berlalu. Tak ada kabar apapun yang kuterima darinya.
Mataku perih, tapi aku tak mungkin memperlihatkan kepada ayah. ltu akan menambah bebannya. Dia sudah sangat tua untuk merasakan semua ini.
"A ayah," lirihku. "Ayo Ayah, kita harus pulang. Ayah harus makan dan beristirahat.“
Aku memapah ayah untuk berdiri dari duduknya.