llEomma', aku pergi ke sekolah dulu ya !" Wanita yang kupanggil ibu itu balas melambai sambil mengarahkan pisau pada seekor ikan yang sedang menggelepar di hadapannya. Darah segar langsung muncrat keluar dari ikan malang tersebut-yang membuatku meringis-dan segera keluar dari dapur.
Jangan sampai seragamku yang putih bersih ini kecipratan darah ikan tak beruntung itu, seperti celemek Eomma yang sudah berubah merah. lh, kadang-kadang wanita memang bisa berubah mengerikan tanpa mereka sadari.
Oh, astaga! Apa yang kulakukan di sini? Bukankah seharusnya aku sudah berangkat sekolah? Bukannya malah mengasihani ikan bernasib tragis yang kini sisiknya sudah mulai berhamburan di sekitar dapur!
Omong-omong, lupakan dia!
Uhm hai, aku harus mulai dari mana ya? Namaku Haena. Jang Haena. Gadis delapan belas tahun yang saat ini duduk di bangku kelas tiga SMA. Aku tak ubahnya seperti gadis remaja lain yang senang berteman, bergosip, mengeluh saat diberi banyak tugas, protes ken‘ka ada pelajaran tambahan, dan mengumpat ketika diadakan kuis dadakan. Kupikir, semua pelajar di muka bumi ini juga begitu, kecuali para remaja yang memiliki IQdi atas 130 yang tidur 3 jam sehari hanya untuk menghafal pelajaran meski akan atau tanpa diadakannya ujian. Oke, aku memang tipikal pelajar yang baru akan mengunjungi perpustakaan dua minggu sebelum masa ujian tiba. Itu jauh Iebih baik daripada tidak berusaha sama sekali, 'kan?
Aku tinggal di Yangbuk, sebuah kota kecil di Gyeonju, provinsi Gyeongsangbuk. Yangbuk memiliki sebuah pantai yang membentang di sepanjang jalan. Namanya pantai Bonggil. Di pinggir pantai inilah aku tinggal bersama ayah dan ibu yang berprofesi sebagai nelayan. Mereka juga menyediakan tiga kamar ekstra di rumah kami untuk disewakan kepada pelancong yang ingin berwisata di Bonggil.