Assalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh?
Mengenal frofil Syekh Muhammad Fathurrahman M.Ag
yaitu Pimpinan Bimbingan Majlis Taklim Al Idrisiyyah di Indonesia (pengisi program rutin Serambi Islami TVRI Jumàt pagi)
Pendahuluan
Al Idrisiyyah ialah sebuah pergerakan atau Organisasi dan bimbingan Islam dengan tujuan suci yang bermanhaj Tarekat dengan Al-Quran dan As-Sunah sebagai sumber pedoman Rosulullah SAW, dengan mengintegrasikan antara Kepemimpinan dalam tradisi tarekat dengan prinsip administrasi modern dan mengimplementasikannya dalam berinteraksi secara internal maupun eksternal.
Tarekat Al-Idrisiyyah tidak terlepas dari sejarah usaha para Guru Mursyid dan tokoh-tokohnya, yang menjadi pelopor Jam’iyah (perkumpulan) Tarekatnya, diantaranya ialah membimbing murid-muridnya berjalan diatas jalan yang telah di gariskan oleh Tuhan dan Rasul-Nya.
Teman baca mengenai Sejarah dan Sirsilah Tarekat Al Idrisiyyah
Guru atau Mursyid Al-Idrisiyyah di Indonesia kini dipegang oleh Syekh Muhammad Fathurrohman M.Ag, di Indonesia Al Idrisiyyah berpusat di Tasikmalaya Jawa barat, serta memepunyai benerapa cabang di seluruh tempat Indonesia.
Syekh Muhammad Fathurrahman lahir tahun 1973 di Tasikmalaya. Dari pasangan seorang Ajengan kharismatik yang berjulukan Nasruddin dan Maimunah. Setelah Beliau diangkat sebagai menantu oleh Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan dari anaknya yang pertama, Beliau lalu dipercayakan memegang tanggung jawab organisasi Yayasan Al-Idrisiyyah sebagai Ketua Umum. Dari jabatan yang diberikan inilah, banyak pengalaman yang diperolehnya terutama dalam duduk kasus kepemimpinan.
Sejarah pendidikan Beliau di bidang agama diawali ketika mengenyam pendidikan Tsanawiyyah. Belum dua tahun Beliau meneruskan pendidikannya, atas dasar keinginannya berkhidmah kepada Guru pendidikan formalnya sempat terhenti. Hari-harinya diisi dengan berkhidmah dengan membantu Gurunya dalam beraktivitas. Banyak pekerjaan lainnya yang ia kerjakan, biar sanggup berkhidmah secara penuh kepada Guru mursyid kita, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan. Seperti memotong kayu bakar, memanjat pohon kelapa untuk mengambil buahnya, jualan kecambah (taoge) di pasar, jualan ikan asin, mengurus gilingan tepung beras, dan mengurus bebek. Beliau rela putus sekolah, untuk sanggup berkhidmah kepada Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan.
Pendidikaan yang bersahabat dengan Beliau ketika itu ialah mendalami keilmuan Pesantren tradisional, ibarat mendalami kitab kuning. Tidak hanya di Pondok Fadris saja, tapi ia berusaha membuatkan diri mencari ilmu-ilmu dasar kitab kuning ke aneka macam Pesantren ibarat di Garut, Limbangan, Sukabumi dan Banten.
Selanjutnya tuntutan cita-cita untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi muncul dalam dirinya ada suatu panggilan untuk menjadi kader yang sanggup mendapatkan amanah Guru kita kelak di lalu hari. Dengan bekal semangat yang tinggi walaupun tidak mempunyai ijazah Tsanawiyyah, ia berusaha mencari sekolah formal yang sanggup menerimanya sebagai siswa Aliyyah. Dengan aneka macam upaya yang dilakukannya, risikonya ia sanggup mengikuti ujian di sekolah Aliyyah. Karena selama 5 tahun Beliau menyibukkan diri dengan mendalami kitab kuning maka pendidikan formal yang tertinggal Beliau kejar dengan mempelajari semua kurikulum pelajaran sekolah Aliyyah.
Hasilnya, Beliau mendapatkan hasil ujian (nilai Nem) tertinggi di sekolahnya. Kemudian Beliau sanggup meneruskan pendidikan S1 di bidang Tarbiyyah Islamiyyah di UIN Sunan Gunung Jati hingga S2-nya di bidang Ulumul Quran.
Sejak Juni 2010 Beliau meneruskan kepemimpinan Al-Idrisiyyah yang sebelumnya dipegang oleh Guru sekaligus mertuanya, Syekh al-Akbar M. Daud Dahlan Ra. Meskipun usianya masih relatif muda (34 tahun) untuk memegang tanggung jawab besar, Beliau telah dipercaya menjadi wakil Gurunya menangani aneka macam kiprah baik internal maupun eksternal, ibarat duduk kasus dakwah, kegiatan ekonomi, dan lain-lain.
Ternyata beberapa tahun Beliau menjadi Ketua Umum sebelum diangkat menjadi Mursyid Al-Idrisiyyah, menjadi bekal dan motivasi Beliau dalam memimpin perjalanan Al-Idrisiyyah ketika ini dan ke dapan. Banyak kebijakan strategis yang telah dilakukannya sebagai tajdid (pembaharuan) atas kebijakan Al-Idrisiyyah yang telah berjalan selama ini. Misalnya perubahan jadwal pengajian di Jakarta dan Tasikmalaya, mengakibatkan Ponpes Fathiyyah al-Idrisiyyah di Tasikmalaya sebagai sentra gerakan organisasi, baik pendidikan, dakwah maupun ekonomi.
Pada periode kepemimpinan Beliau, Al-Idrisiyyah mengedepankan perilaku keterbukaan dan kebersamaan. Hal ini terlihat dari perubahan konsep dakwah yang diterapkan pribadi kepada seluruh jama’ah. Dengan konsep tersebut di bawah kepemimpinan Beliau Al-Idrisiyyah banyak mendapatkan sambutan hangat dari aneka macam pihak, baik di kalangan Tarekat maupun non-Tarekat.
Hingga kini, banyak wilayah dakwah yang sudah dijangkau Beliau. Bahkan hingga ke luar negeri ibarat Sudan, Hongkong, Malaysia dan Singapura. Dengan kemajuan teknologi ketika ini isu Dakwah Al-Idrisiyyah sanggup dijangkau dengan mudah.
Dikutip dari Al Idrisiyyah.or.id
Kesimpulan
Ada beberapa Tokoh Guru Mursyid Tarekat Al Idrisiyyah yang sangat populer sebagai pembawa Tarekat ini ke Indonesia
Al-Idrisiyyah yang dikenal di Indonesia ialah Tarekat yang dibawa oleh Syekh al-Akbar Abdul Fattah pada tahun 1930, yang sebelumnya berjulukan Tarekat Sanusiyyah. Syekh al-Akbar Abdul Fattah menerimanya dari Syekh Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khathabi al-Hasani di Jabal Abu Qubais, Mekah. Saat ini kepemimpinan Tarekat Al-Idrisiyyah diteruskan oleh Syekh Muhammad Fathurahman M.Ag dari tahun 2010 hingga kini Syekh semakin membuatkan Tarekat yang dibawanya semakin berkembang dan terbuka ibarat mengisi Tausyiah di Televisi Nasional.
Akhir kata semoga artikel ini bermanfaat sebagai embel-embel wawasan mengenai Frofil-frofil Ulama di Indonesia khususnya dan menambah rasa cinta pada Islam dan para penyebarnya yang begitu penuh dengan ahklak pola terimaksi.
Wassalamualaikum..wr.wb!
Mengenal frofil Syekh Muhammad Fathurrahman M.Ag
yaitu Pimpinan Bimbingan Majlis Taklim Al Idrisiyyah di Indonesia (pengisi program rutin Serambi Islami TVRI Jumàt pagi)
Al Idrisiyyah ialah sebuah pergerakan atau Organisasi dan bimbingan Islam dengan tujuan suci yang bermanhaj Tarekat dengan Al-Quran dan As-Sunah sebagai sumber pedoman Rosulullah SAW, dengan mengintegrasikan antara Kepemimpinan dalam tradisi tarekat dengan prinsip administrasi modern dan mengimplementasikannya dalam berinteraksi secara internal maupun eksternal.
Tarekat Al-Idrisiyyah tidak terlepas dari sejarah usaha para Guru Mursyid dan tokoh-tokohnya, yang menjadi pelopor Jam’iyah (perkumpulan) Tarekatnya, diantaranya ialah membimbing murid-muridnya berjalan diatas jalan yang telah di gariskan oleh Tuhan dan Rasul-Nya.
Teman baca mengenai Sejarah dan Sirsilah Tarekat Al Idrisiyyah
Guru atau Mursyid Al-Idrisiyyah di Indonesia kini dipegang oleh Syekh Muhammad Fathurrohman M.Ag, di Indonesia Al Idrisiyyah berpusat di Tasikmalaya Jawa barat, serta memepunyai benerapa cabang di seluruh tempat Indonesia.
Frofil Syekh Muhammad Fathurrahaman M.Ag
Mursyid Al-Idrisiyyah (2010)
Syekh Muhammad Fathurrahman lahir tahun 1973 di Tasikmalaya. Dari pasangan seorang Ajengan kharismatik yang berjulukan Nasruddin dan Maimunah. Setelah Beliau diangkat sebagai menantu oleh Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan dari anaknya yang pertama, Beliau lalu dipercayakan memegang tanggung jawab organisasi Yayasan Al-Idrisiyyah sebagai Ketua Umum. Dari jabatan yang diberikan inilah, banyak pengalaman yang diperolehnya terutama dalam duduk kasus kepemimpinan.
Sejarah pendidikan Beliau di bidang agama diawali ketika mengenyam pendidikan Tsanawiyyah. Belum dua tahun Beliau meneruskan pendidikannya, atas dasar keinginannya berkhidmah kepada Guru pendidikan formalnya sempat terhenti. Hari-harinya diisi dengan berkhidmah dengan membantu Gurunya dalam beraktivitas. Banyak pekerjaan lainnya yang ia kerjakan, biar sanggup berkhidmah secara penuh kepada Guru mursyid kita, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan. Seperti memotong kayu bakar, memanjat pohon kelapa untuk mengambil buahnya, jualan kecambah (taoge) di pasar, jualan ikan asin, mengurus gilingan tepung beras, dan mengurus bebek. Beliau rela putus sekolah, untuk sanggup berkhidmah kepada Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan.
Pendidikaan yang bersahabat dengan Beliau ketika itu ialah mendalami keilmuan Pesantren tradisional, ibarat mendalami kitab kuning. Tidak hanya di Pondok Fadris saja, tapi ia berusaha membuatkan diri mencari ilmu-ilmu dasar kitab kuning ke aneka macam Pesantren ibarat di Garut, Limbangan, Sukabumi dan Banten.
Selanjutnya tuntutan cita-cita untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi muncul dalam dirinya ada suatu panggilan untuk menjadi kader yang sanggup mendapatkan amanah Guru kita kelak di lalu hari. Dengan bekal semangat yang tinggi walaupun tidak mempunyai ijazah Tsanawiyyah, ia berusaha mencari sekolah formal yang sanggup menerimanya sebagai siswa Aliyyah. Dengan aneka macam upaya yang dilakukannya, risikonya ia sanggup mengikuti ujian di sekolah Aliyyah. Karena selama 5 tahun Beliau menyibukkan diri dengan mendalami kitab kuning maka pendidikan formal yang tertinggal Beliau kejar dengan mempelajari semua kurikulum pelajaran sekolah Aliyyah.
Hasilnya, Beliau mendapatkan hasil ujian (nilai Nem) tertinggi di sekolahnya. Kemudian Beliau sanggup meneruskan pendidikan S1 di bidang Tarbiyyah Islamiyyah di UIN Sunan Gunung Jati hingga S2-nya di bidang Ulumul Quran.
Sejak Juni 2010 Beliau meneruskan kepemimpinan Al-Idrisiyyah yang sebelumnya dipegang oleh Guru sekaligus mertuanya, Syekh al-Akbar M. Daud Dahlan Ra. Meskipun usianya masih relatif muda (34 tahun) untuk memegang tanggung jawab besar, Beliau telah dipercaya menjadi wakil Gurunya menangani aneka macam kiprah baik internal maupun eksternal, ibarat duduk kasus dakwah, kegiatan ekonomi, dan lain-lain.
Ternyata beberapa tahun Beliau menjadi Ketua Umum sebelum diangkat menjadi Mursyid Al-Idrisiyyah, menjadi bekal dan motivasi Beliau dalam memimpin perjalanan Al-Idrisiyyah ketika ini dan ke dapan. Banyak kebijakan strategis yang telah dilakukannya sebagai tajdid (pembaharuan) atas kebijakan Al-Idrisiyyah yang telah berjalan selama ini. Misalnya perubahan jadwal pengajian di Jakarta dan Tasikmalaya, mengakibatkan Ponpes Fathiyyah al-Idrisiyyah di Tasikmalaya sebagai sentra gerakan organisasi, baik pendidikan, dakwah maupun ekonomi.
Pada periode kepemimpinan Beliau, Al-Idrisiyyah mengedepankan perilaku keterbukaan dan kebersamaan. Hal ini terlihat dari perubahan konsep dakwah yang diterapkan pribadi kepada seluruh jama’ah. Dengan konsep tersebut di bawah kepemimpinan Beliau Al-Idrisiyyah banyak mendapatkan sambutan hangat dari aneka macam pihak, baik di kalangan Tarekat maupun non-Tarekat.
Hingga kini, banyak wilayah dakwah yang sudah dijangkau Beliau. Bahkan hingga ke luar negeri ibarat Sudan, Hongkong, Malaysia dan Singapura. Dengan kemajuan teknologi ketika ini isu Dakwah Al-Idrisiyyah sanggup dijangkau dengan mudah.
Dikutip dari Al Idrisiyyah.or.id
Kesimpulan
Ada beberapa Tokoh Guru Mursyid Tarekat Al Idrisiyyah yang sangat populer sebagai pembawa Tarekat ini ke Indonesia
Al-Idrisiyyah yang dikenal di Indonesia ialah Tarekat yang dibawa oleh Syekh al-Akbar Abdul Fattah pada tahun 1930, yang sebelumnya berjulukan Tarekat Sanusiyyah. Syekh al-Akbar Abdul Fattah menerimanya dari Syekh Ahmad Syarif as-Sanusi al-Khathabi al-Hasani di Jabal Abu Qubais, Mekah. Saat ini kepemimpinan Tarekat Al-Idrisiyyah diteruskan oleh Syekh Muhammad Fathurahman M.Ag dari tahun 2010 hingga kini Syekh semakin membuatkan Tarekat yang dibawanya semakin berkembang dan terbuka ibarat mengisi Tausyiah di Televisi Nasional.
Akhir kata semoga artikel ini bermanfaat sebagai embel-embel wawasan mengenai Frofil-frofil Ulama di Indonesia khususnya dan menambah rasa cinta pada Islam dan para penyebarnya yang begitu penuh dengan ahklak pola terimaksi.
Wassalamualaikum..wr.wb!