Sosiologi Pendekatan Kritikan Sastra - Setelah kita membicarakan kritikan karya sastra dan fungsi-fungsinya, kembali kita pada objektif gesekan pena ini kesan dan polemik yang dinyatakan ditulisan awal tadi. Dalam pecahan ini kita akan melihat mengapa sosiologi dianggap sebagai suatu pendekatan yang penting dalam kritikan sastra. Kita juga akan melihat bahwa pendekatan sosiologi tidak bersifat ekstrinsik atau eksternal dan sempit tetapi sosiologi sebagai satu pendekatan kritikan bukan hanya digunakan untuk kritikan eksternal tetapi juga kritikan sebuah karya sastra. Untuk menjelaskan maksud gesekan pena objektif ini kita akan kembali mengaitkan dengan dua jenis kritikan tadi, yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Namun perbincangan akan lebih menumpuk pada aspek kritikan intrinsik sebab yakni dalam aspek inilah pendekatan sosiologi ditolak.
Kritikan intrinsik ibarat yang dikatakan oleh Lutfi Abas yakni mencari dan memperbaiki kelemahan aneka macam unsur, kelemahan dan keseimbangan unsur. Dengan dukungan ilmu sosiologi hal ini mampu direalisasikan khususnya dalam bidang keberbagai macaman unsur. Misalnya pengkritik yang ingin memperbaiki mutu karya sastra seorang penulis yang tidak mengandung keberagaman bahasa boleh menjelaskan dengan ilmu sosiologi. Apabila pendekatan ilmu sosiologi digunakan, pengkritik mula mula menjelaskan bahwa antara satu bangsa dengan bangsa lainnya tentu menggunakan bahasa yang berbeda, contohnya bahasa melayu berbeda dengan bahasa inggris, bahasa melayu brunei berbeda dengan bahasa melayu indonesia atau malaysia, dialek kampung anyer berbeda dengan dialek kedayan dan lain sebagainya. Dalam ilmu sosiologi perbedaan ini dijelaskan dengan merujuk garis geografi (seperti yang dikaji oleh dialektologi), kebudayaan, kepercayaan, perserikatan daerah tinggal, corak pekerjaan, cuaca dan lain sebagainya. Sebagai teladan perhatikan ragam bahasa yang terdapat pada novel Pangkuan Pariyem karya Linus Suryadi :
1. Bahasa Melayu Standar Indonesia, misalnya:
“semoga kehadiran diterima dan diberkati oleh alam serta segenap isinya”
2. Bahasa Jawa, misalnya
“othok owok bang beleken ora methok dadi golekan”
3. Bahasa Latin, misalnya
“menssana in corpore sano”
4. Bahasa Inggris, misalnya
“the first night, first night”
Sosiologi : Ilmu Sosial Menjadi Pendekatan Kritikan Sastra |
Jadi terdapat empat ragam bahasa yang digunakan oleh Linus. Linus menggunakan ragam bahasa itu pada adat yang berbeda mengikuti lingkungan yang berbeda. Pariyem yakni adat yang sering menggunakan bahasa jawa sesuai dengan wataknya sebagai pembantu rumah tangga yang tidak berpendidikan. Bahasa latin diatas digunakan oleh Raden Baguse sesuai dengan adat sebagai orang yang cerdik dan berpeluang bergaul dengan orang asing. Sedangkan bahasa Inggris diatas digunakan oleh kang Kliwon sesuai dengan wataknya sebagai orang kampung yang hijrah ke Jakarta.
Melalui penjelasan ini pengkritik akan mampu meyakinkan karyawan dan pembaca wacana perbedaan itu. Mereka akan mampu memahami dan mendapat perbedaan keberagaman bahasa antara kaum, umur, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya. Barulah nanti mereka akan mampu mengaplikasian kepahaman itu dalam karya mereka.