-->
Terbentuknya Kabinet Djuanda, Kegiatan Kerja Dan Proses Berakhirnya Kabinet
4/ 5 stars - "Terbentuknya Kabinet Djuanda, Kegiatan Kerja Dan Proses Berakhirnya Kabinet" Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet - Pada masa Demokrasi Liberal terdapat beberapa kabinet yang ter...

Terbentuknya Kabinet Djuanda, Kegiatan Kerja Dan Proses Berakhirnya Kabinet



Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet - Pada masa Demokrasi Liberal terdapat beberapa kabinet yang terbentuk menyerupai Kabinet Djuanda, Kabinet Ali, Kabinet Burhanudin, dan masih banyak lagi. Namun pembentukan kabinet yang terakhir pada masa tersebut diberi nama dengan Kabinet Djuanda. Kabinet ini dibuat pada tanggal 9 April 1957 dan berlangsung hingga tanggal 5 Juni 1959. Apa itu Kabinet Djuanda? Bagaimana progaram kerjanya?Nah pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan ihwal proses terbentuknya kabinet djuanda, aktivitas kerja kabinet djuanda, dan proses berakhirnya kabinet djuanda. Untuk lebih jelasnya sanggup anda simak di bawah ini.
 Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet
Kabinet Djuanda

Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet

Seperti halnya kabinet lainnya, kabinet djuanda mempunyai proses terbentuknya, aktivitas kerja hingga proses berakhirnya kabinet tersebut. Terbentuknya kabinet djuanda terjadi pada awal tahun 1957. Kabinet Djuanda sanggup disebut sebagai kabinet Karya. Kemudian kabinet ini juga mempunyai aktivitas kerja kabinet djuanda yang dipakai sebagai tujuan pembentukan organisasi tersebut. Namun alasannya beberapa faktor menjadikan kabinet ini berakhir. Proses berakhirnya kabinet djuanda dijadikan sebagai awal kembalinya Undang-Undang Dasar 1945.
Baca juga : 18 Perbedaan Negara Maju dan Negara Berkembang Lengkap

Terbentuknya Kabinet Djuanda

Terbentuknya kabinet Djuanda diawali dengan pengunduran beberapa menteri kabinet Ali yang menimbulkan puncak ketegangan politik pada bulan Januari 1957. Peristiwa ini kian memuncak semenjak tanggal 9 - 15 Januari 1957. Untuk mengatasi dilema tersebut muncul ilham untuk melakukann reshuffle (perombakan kabinet). Namun hal ini tidak diaktualisasi oleh Presiden alasannya tidak sanggup dijadikan sebagai jaminan keselamatan negara dan stabilitas pemerintahan. Krisis politik didalam negeri semakin bertambah pada ketika itu, alasannya penyusunan Undang-Undang Dasar gres pengganti UUDS 1950 belum juga terselesaikan. Meskipun pihak Konstituante sendiri telah melaksanakan persidangan selama satu tahun lebih. Situasi pada masa tersebut semakin gawat dengan terbentuknya dewan militer disetiap kawasan guna untuk melawan pemerintahan pusat.

Peristiwa peritiwa tersebut menciptakan Presiden memperlihatkan pernyataan bahwa negara dalam keadaan bahaya, sehari sebelum penyerahan mandat dari Kabinet Ali. Runtuhnya Kabinet Ali menciptakan para partai politik melaksanakan politik "Dagang Sapi" yaitu proses tawar menawar beberapa partai dalam penyusunan kabinet koalisi menyerupai forum dan sebagainya. Kemudian terjadilah proses terbentuknya Kabinet Djuanda yang didirikan oleh Ir. Djuanda (non partai) sesuai dengan mandat Presiden Soekarno. Kabinet gres ini resmi didirikan pada tanggal 9 April 1957 meski dalam keadaan yang kurang menyenangkan. Hal ini dikarenakan Kabinet Djuanda termasuk ke dalam zaken kabinet yang artinya kabinet yang disusun oleh beberapa pakar hebat yang sesuai dengan bidangnya.
 Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet
Ir. Djuanda
Kabinet Djuanda terdiri dari Perdana Menteri Ir. Djuanda beserta 3 wakilnya yaitu Dr. Leimena, Mr. Hardi dan Idham Chalid. Terbentuknya kabinet Djuanda telah mengemban kiprah yang cukup berat menyerupai memperjuangkan kembalinya Irian Barat, menghadapi keuangan serta perekonomian yang memburuk dan menghadapi kekacauan yang terjadi disetiap daerah. Pembentukan kabinet Djuanda atas saran Presiden ini dianggap inkonstutisional atau tidak sesuai dengan Undang Undang Dasar. Bahkan pihak Masyumi menentang keputusan tersebut dan melaksanakan pemecatan terhadap angotanya yang akan dijadikan sebagai menteri Kabinet Karya. Kemudian pihak NU dan para tokoh PNI memperlihatkan pernyataan bahwa negara sedang dalam keadaan darurat. Tindakan Presiden tersebut juga dianggap Bung Hatta sebagai tindakan inkonstutisional. 

Sebenarnya Presiden diberikan wewenang dalam menunjuk formatur. Namun formatur tersebut tidak diperbolehkan mempunyai jabatan yang sama dengan seorang Presiden. Pada masa tersebut terbentuknya Kabinet Djuanda memperlihatkan efek yang besar terhadap perkembangan negara meskipun hanya berdiri selama 2 tahun saja. Kabinet tersebut juga ikut berperan dalam penentuan kedudukan negara, perlawanan terhadap Belanda hingga berafiliasi dengan sistem pemerintahan demokrasi. Kemudian pada bulan Mei 1957, Presiden dijadikan sebagai Ketua Dewan Nasional yang diberikan wewenang resmi dalam memaksa kabinet semoga oke dengan perintahnya. Dewan Nasional merupakan organisasi gres yang mempunyai kegunaan sebagai tempat penyaluran dan penampungan kekuatan dalam masyarakat.
Baca juga : Kebudayaan Proto Melayu dan Deutro Melayu Beserta Proses Kedatangannya
Presiden Soekarno sebelumnya telah mengusulkan pembentukan Dewan tersebut sebagai awal pembentukan demokrasi terpimpin. Maka dari itu ketika terbentuknya kabinet Djuanda, kabinet ini tidak sanggup melaksanakan pekerjaannya secara independen. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kebijakan strategis (kekuasaan pemerintahan dualisme) yang harus sesuai dengan keputusan Presiden.

Program Kerja Kabinet Djuanda

Kabinet Djuanda mempunyai aktivitas kerja yang diubahsuaikan dengan tujuan awal pembentukan organisasi tersebut. Adapun beberapa aktivitas kerja kabinet djuanda sebagai berikut:
  • Mempercepat adanya pembangunan.
  • Memperjuangkan Irian Barat.
  • Melakukan pembentukan Dewan Nasional yang sesuai dengan konsepsi Presiden.
  • Melakukan pembentukan Depernes atau Departemen Penerangan Naional pada bulan Juni 1957.
Ketika proses terbentuknya Kabinet Djuanda terdapat beberapa insiden penting yang terjadi. Berikut beberapa insiden penting ketika melaksanakan aktivitas kerja kabinet Djuanda:

Ketika Memperjuangkan Irian Barat
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan aktivitas kerja Kabinet Djuanda yang pertama terjadi pada ketika memperjuangkan Irian Barat. Perjuangan Irian Barat dipimpin oleh Pemerintah dan didukung oleh pihak militer negara disertai alat alat negara. Selain itu adapula organisasi pemuda, massa, ulama, wanita, buruh, veteran, petani dan lain sebagainya yang ikut mendukung usaha Irian Barat tersebut. Pada ketika itu terdapat pembentukan Panitia Aksi Pembebasan Irian Barat pada pertengahan Oktober 1957 dan telah mempunyai beberapa cabang disetiap daerah. Panitia tersebut diketuai oleh Soedibjo (Menteri Penerangan) yang menjabat semenjak tanggal 1 Desember 1957 sesuai dengan pengukuhan Kabinet Djuanda. Pada tanggal 2 Desember 1957, Kabinet Karya menginstruksikan para buruh yang tergabung dalam organisasi buruh Belanda untuk melaksanakan pemogokan kerja selama 1 hari penuh. Aksi mogok kerja ini dilakukan untuk mendukung adanya pengambilalihan perusahaan milik Belanda yang terjadi pada tanggal 3 - 13 Desember 1957.

Ketika Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara RI
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan aktivitas kerja Kabinet Djuanda selanjutnya terjadi pada ketika mendirikan Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia. Gerakan ini didirikan oleh Husein selaku Ketuanya pada tanggal 10 Februari 1958. Gerakan Perjuangan Menyelamatknn Negara Republik Indonesia mempunyai tujuan yaitu menuju Indonesia yang makmur dan adil. Dalam menyukseskan tujuan tersebut gerakan ini memperlihatkan ultimatum ke Kabinet Djuanda yaitu:
  • Kedudukan Presiden harus kembali ke konstitusional lagi.
  • Membentuk Kabinet Kerja Nasional yang diketuai oleh Hatta dan Hamengku Buwana serta membubarkan Kabinet Djuanda.
Ultimatum ini harus dilaksanakan selama 5 x 24 jam. Apabila tidak dipenuhi maka Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia akan mengambil tindakan sendiri. Namun secara tegas Kabinet Djuanda menolak ultimatum tersebut. Bahkan Kabinet tersebut memecat para perwira AD yang terlibat dengan gerakan itu menyerupai Lubis, Husein, Jambek dan Simbolon.
Baca juga : Kebijakan Politik Pintu Terbuka Dalam Pemerintahan Hindia Belanda
Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan aktivitas kerja Kabinet Djuanda selanjutnya terjadi pada ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). PRRI dibuat sehabis berakhirnya ultimatum gerakan usaha menyelamatkan negara RI. Ketua PRRI yaitu mantan Presiden PDRI, Syarifudin Prawiranegara yang kedudukannya di Bukittinggi. Organisasi PRRI semakin luas ketika bergabungnya Permesta sebagai anggota pendukung. Organisasi ini lalu mengubah namanya menjadi PRRI Permesta. Permesta didirikn oleh Mayor Somba pada tanggal 17 Februari 1958 yang bermarkas di Dewan Manguni, Manado.

Ketika Deklarasi Djuanda
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan aktivitas kerja Kabinet Djuanda selanjutnya terjadi pada ketika Deklarasi Djuanda. Deklasari ini dilakukan untuk memilih batas bahari teritorial atau wilayah perairan Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil. Penghitungan batas wilayah ini berawal dari garis pantai ketika air bahari surut hingga zona ekslusif sejauh 200 mil.

Berakhirnya Kabinet Djuanda

Berakhirnya kabinet Djuanda menjadi awal peneriman gagasan untuk kembali memakai Undang-Undang Dasar 1945. Gagasan ini dicetuskan oleh Nasution dalam Konferensi Komando Daerah Militer pada tanggal 19 Februari 1959. Pada ketika sidang, Kabinet Djuanda memutuskan untuk meminta Presiden semoga memperlihatkan amanat kepada Konstituante semoga Undang-Undang Dasar 1945 kembali digunakan. Untuk memutuskan hal itu (sesuai dengan UUDS 1950), minimal dua pertiga anggota Konstituante harus menghadiri rapat dan dua pertiga anggota tersebut harus menyetujuinya. Namun lebih banyak didominasi anggota Konstituante tidak menyetuju dan menghadiri rapat tersebut meskipun telah diadakan 3 kali pemungutan suara. Kemudian Presiden dipaksa oleh pihak yang bekerja sama dengan militer semoga mengundang Undang-Undang Dasar 1945 kembali memakai dekrit. Akhirnya penyampaian dekrit Presiden dilakukan pada taggal 5 Juli 1959 yang isinya:
  • Berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 kembali.
  • Pembubaran Konstituante.
  • Pembentukan DPAS dan MPRS dalam waktu sesingkat singkatnya.
Pemberlakukan Dekrit Presiden ini merupakan awal bergantinya sistem pemerintahan demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. Kemudian terjadilah proses berakhirnya kabinet Djuanda dan digantikan dengan Kabinet Kerja.