publik. Melakukan segala sesuatu di depan media, hingga rasanya Lynne jengah melihat wajahnya di televisi.
Sedangkan publik sendiri tidak pernah tahu bagaimana paras adik-adik Daniel. Saudaranya bernama Gabriel dan satu lagi adalah seorang wanita yang sama sekali tak diketahui identitasnya. Hanya itu yang Lynne tahu karena informasi mengenai keluarga itu begitu tertutup. Lucu. Media tidak tahu bagaimana paras dari kedua saudara Daniel yang lain, tapi bisa memuji semua keluatga Wallance dengan begitu agungnya seolah wajah mereka sudah menyerupai dewa dan dewi Yunani.
“Kenapa kau membanting remote nya?" Margo, room mate Lynne yang baru saja datang mengambil remote yang Lynne banting tadi dan duduk di sampingnya. Wanita itu mengusap rambutnya lembut menggunakan handuk agar segera kering.
“Semua channel menampilkan wajah Daniel Wallance. Aku muak," gerutu Lynne sembari menyandarkan tubuh. Ia menaikan kaki ke atas tembok sembari berbaring miring. Tak butuh waktu lama, Lynne sudah asyik sendiri dengan ponselnya dan melupakan semua kekesalan yang baru saja ia luapkan pada remote TV karena seorang Daniel Wallance.
"Oh c'mon, Lynne. Wajar saja kalau Daniel ditampilkan setiap hari di TV. Dia punya wajah rupawan yang sangat cukup untuk menjadi pemandangan di pagi, siang, sore, dan malam hari,” sahut Margo dengan senyumnya yang jahil.
Wanita berambut blonde itu menggeser tubuh Lynne agar tidak menghalangi posisinya dengan tenaga yang lumayan kuat. Tubuh Lynne hampir menghantam lantai, tetapi untungnya, refleks wanita itu cukup baik.
“What the hell, Ar!" gerutu Lynne. “Apa kau berusaha membuat hidungku patah?”
Margo tertawa saat melihat Lynne hampir saja jatuh dari posisinya. Kenndrick-pacamya-belakangan ini mengajarkan