Sinopsis :
Merah itu warna darah, warna nilai rapor yang di bawah KKM, warna api yang membakar, warna yang nyuruh berhenti di setopan jalan, warna yang ngelarang orang-orang melakukan ini itu, dan bikin sakit mata kalau dilihat terus-terusan.
Bottomline, I hate red. Coba sebutkan satu alasan kenapa kita enggak harus benci warna merah?
"Merah itu warna yang berani. Warna yang ... romantis." Itu yang dibilang Chris, cowok yang kutemui di Berry-Tasty. Tapi dia punya problem dengan kejiwaan. Misi utamanya ingin bunuh diri. Jadi, pendapat dia enggak valid. "Gue sih sukanya turquoise." Nah, kalau ini Adam yang ngomong. Enggak nyambung sama topik yang sedang kubahas, tapi pendapatnya perlu kumasukkan. Karena, dia banyak banget bantu aku selama menjadi jurnalis di majalah anak SMA se-Bandung, Periwinkle. Keduanya penting. They both are sooo kind and helpful and cute and ... Aku suka dua-duanya. Serius.
The problem is ... ini lebih parah dibandingkan aku melihat warna merah di depan mukaku. Chris adalah cowok tajir, berprestasi, perhatian, tapi bersikeras untuk mati. Sementara Adam banyak fans, botak, lucu, tapi punya banyak utang. Aku harus pilih mana? Yang umurnya pendek atau yang jatuh miskin?